Senin, 25 Mei 2009

Dokumen Training

balonku ada enam....rupa2 warnanya...


waaaahhhh....salam keasyikan tuh diangkat....

mmmmmm......

Rabu, 20 Mei 2009




Uuuupppzzz...ni waktu kita ngadain Team Building Training. Tp, knp ada ikhwah yang merayap di belakang...ya???

Selasa, 28 April 2009

Huuuupphh....Clinx.....Mari Perbaiki Diri....

Saling Menjaga Diri....Siiip Dech.....!

“Sekarang, susah sekali mencari pendamping ideal!” ungkap seorang lelaki yang berada tidak jauh dari tempat duduk kami sewaktu istirahat di kantin.

“Hee...” aku bergumam sambil memasang ekspresi wajah tanda tanya, mengapa.

“Iya, satu karena susah mendapatkan yang soulmate – sejiwa. Kedua, sekarang yang namanya tampilan cover belum sepenuhnya menggambarkan dalamnya gimana. Dengan kata lain, seorang yang nampak agamis belum tentu pribadinya agamis. Contohnya saja,” ia melihat kami sejenak dan melanjutkan “ maaf kata, mudah-mudahan kalian tidak termasuk, jilbaber sekarang yang nampaknya santun, lugu, ta’at ternyata pacaran juga.”

Saya mengernyitkan dahi. Ia melanjutkan, “Soalnya saya sendiri sudah pernah menguji jilbaber, mengajaknya menjadi kekasihku, ternyata jilbaber itu kasih lampu hijau. Lain kali lagi, saya dan teman-teman ingin menguji jilbaber lain. Soalnya saya masih ragu. Ternyata hasilnya tidak jauh beda, mereka mudah memberi lampu hijau…”

“Ahhhh…”

*****

Apa yang terbetik di hati, ketika orang mengatakan perempuan jilbaber gak jauh beda dengan perempuan yang gak mengcover dirinya dengan hijab rapi? Menolak tentunya plus sakit hati, bukan kita yang membuka cempedak eeeh getahnya belepotan sama kita.

Banyak sudah artikel yang ngungkapin kalau yang megang kunci biar pacaran gak terjadi, ada pada perempuan itu sendiri – jilababernya.

Tapi, adilkah bila perempuan selalu dituding salah melalaikan kunci dengan membuka hatinya menerima cinta yang belum menjadi haknya? Seolah-olah perempuan-lah yang selalu memulai aktivitas bernama pacaran. Padahal belum tentu, bukan? Banyak juga para lelaki-lah yang memulainya.

Cita-cita menjaga cinta yang dirdhoi Allah sebenarnya ada pada setiap perempuan (tanyakan pada nurani, insya Allah dia gak akan bohong : ) )

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu…” (QS. Al-Rum: 30).

Para mufassirin menjelaskan bahwa memang pada dasarnya manusia cenderung ingin berbuat kebaikan. Tapi, fitrah itu akan membelok dari kebaikan bila lingkungan buruk terlalu menguasai ditambah kita tidak mampu membentengi fitrah itu dengan penjagaan ketat.

Perempuan dengan perasaan lembutnya akan luruh juga bila para lelaki menciptakan suasana agar melangkah ke ‘sana’. Dan, setan yang semenjak dahulu kadung berjanji menggoda manusia sampai kiamat datang menghembuskan pembenaran aktivitas itu dengan mengatakan: langkah untuk mengenal lelaki yang cocok (ta’aruf), siapa tahu jodohan.

Ibarat kutub magnet, ia gak akan bergerak kalau tidak ada kutub berlawanan yang mendekati. Sehingga tidak lebih baik-kah kita menjaga kutub-kutub hati kita masing-masing agar tidak berdekatan?

Yah, laki-laki dan perempuan. Sebab, dalam al-Qur’an saja ada isyarat demikian (al-Nur: 30-31) yang kira-kira artinya:

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya…

Artinya, perintah menjaga kesucian bukan hanya pada perempuan, bahkan pada ayat di atas laki-laki yang lebih dahulu diseru menjaga kesucian baru perempuan.

*****

Saling Menyalahkan, Bukan Solusi

Sepertinya, aktivitas yang satu ini (aktivitas?), bisa jadi tolak ukur seseorang menilai kualitas pribadi. Terutama buat para akhwat. Kenapa tidak? Sebab dari situ juga akan ternilai kualitas iman seseorang. Seorang yang imannya teguh akan berupaya menghindari aktivitas itu karena yakin akan muroqobatullah, pengawasan dari Allah. Dan, tidak berani memupuk cinta yang belum haknya

Memang tidak mudah menyadarkan orang yang sedang dilanda cinta semu. Terlalu indah untuk ditinggalkan, begitu kata mereka. Dalil haram pacaran-pun mungkin tidak digubris lagi, sebab mereka juga akan menggunakan dalil untuk membenarkan aktivitas tersebut: saling mengenal pribadi sebelum ke jenjang pernikahan!

Tidak menutup kemungkinan kita bisa menyadarkan saudara-saudari kita untuk meniti jalan yang lebih selamat. Bukan sekedar mencela. Sebab, mencela sama saja berusaha menjauhkan mereka dengan kita. Melihat kondisi seperti ini, tidak ada jalan lain kecuali menyadarkannya dengan nasehat, berusaha menciptakan kondisi yang kondusif untuk rukhuyahnya, dan berdo’a semoga Allah tetap menuntun jalan kita semua.

Intinya, dalam menjaga amanah dari Allah – menjaga kehormatan diri – ini, perlu sebuah i’tikad yang baik di anatara kita semua. Maka, bantu kami akhi menjaga cinta suci ini sampai Allah meridhoi-Nya….

Ruang Pelita, Padangsidimpuan

Tuk para mujahidah STAIN:

saling menguatkan, yuk!

Rabu, 15 April 2009

REFLEKSI HARI KARTINI; PEREMPUAN BERMATA PENA

REFLEKSI HARI KARTINI; PEREMPUAN BERMATA PENA

Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka

Itulah penggalan lirik lagu “Ibu Kartini” karya W.R Supratman yang sering dinyanyikan anak-anak TK. Begitu banyak kata yang mewakili untuk mengagumi dan mengenangkan jasa kartini. Tak ketinggalan juga berupa bangunan seperti yayasan dan sekolah Kartini yang didirikan oleh Van Da Venter, seorang tokoh politik etis. Sampai-sampai presiden Sukarno mengeluarkan Kepres (keputusan Presiden) Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Ibu kita Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, 21 April untuk diperingati sebagai hari besar yang kemudian dikenal dengan “Hari Kartini”

Kita tidak setuju jika sejarah hanya membicarakan bahwa perempuan yang mencemaskan kondisi dan berjuang mengangkat keberadaan perempuan ke permukaan hanya ibu kita Kartini. Tidak. Masih banyak pahlawan perempuan lain yang patut diapresiasi perjuangannya: Cut Nyak Dien, Rahmah El-Yunusiyah, Cut Nyak Meutia, Rohana Kudus, dan masih banyak perempuan lain yang berjuang di balik tirai sejarah. Tanpa pernah tersingakap jelas. Akan tetapi, saat ini kita tidak sedang membahas kontoversi Ibu Kartini. Terlampau panjang perjalanan untuk menjangkau kepastian.

Kita ambil saja ‘itibar perjuangan beliau. Seperti kata bijak bestari “Peradaban hanya dihuni oleh orang-orang yang menghargai sejarah”. Mari kita menukik sepak terjang Ibu kita Kartini dalam membebaskan perempuan yang dalam sejarah disebutkan terbelenggu jaring-jaring adat pingitan akan kebebasan aktualisasi diri untuk memetik buah pelajaran. Meski tidak in, tapi mudah-mudahan menjadi stimulator untuk berbuat lebih baik.

Satu hal yang khas dari ibu kita Kartini: ia senantiasa menuliskan event, pemikiran dan suasana perasaannya di atas kertas. Makanya gagasan kartini tentang kemajuan perempuan sampai kepada kita. Sekali lagi, meski banyak surat-surat beliau yang diperdebatkan keabsahannya.

Penanya tajam. Bermata perenungan panjang atas kondisi pada saat itu. Kata yang tersusun menjadi kalimat adalah guratan emosi dan perasaannya. Melalui tulisannya kita mengetahui pemikiran beliau yang kritis dan cerdas. Dalam buku Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang) diungkapkan bahwa beliau seorang yang menghargai pengobatan alternatif perdukunan, tapi sekaligus menyayangakan orang-orang yang mengikutinya. Ia paham kalau penyakit bukan disebabkan oleh arwah jahat yang bisa diusir dengan asap. Ia sempat berkeinginan melanjutkan studi kedokteran di Betawi. Keinginan tersebut kandas sebab ayahnya melarangnya.

Pada saat menjelang pernikahan, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Beliau menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya disebutkan bahwa sang suami tidak hanya mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan, akan tetapi ia juga mendorong agar Kartni dapat menulis sebuah buku. Nah kelihatan sekali bukan, bahwa ibu kita Kartini bukanlah pengusung ulung feminis…?

Al-Qur’an sebagai inspirator tanpa cacat yang menginformasikan banyak hal, dunia dan segala ciptaannya yang agung, juga memberi isyarat kepada kita bahwa Allah mengajar manusia dengan perantaraan qolam – menulis dan membaca (al-‘Alaq: 4). Jadi sudah jelas berabad-abad yang lampau nafas menulis sudah dihembuskan.

Lagi-lagi kepada perempuan. Dari pernyatan-pernyataan di atas kita melihat bahwa dunia menulis tidak jauh dari dunia perempuan. Meski jasad terbelenggu, namun pemikiran akan dibebaskan oleh pedang bernama pena. Tulislah apa yang hendak ditulis. Sebab, kata yang sempat tertulis di atas kertas akan menjadi saksi sejarah atas apa yang telah kita lalui.

Pernahkan terlintas di benak kita untuk menuliskan bagaimana perasaan saat-saat pertama kita aqil-baligh...? menulis perasaan cemas: kita bukan anak kecil lagi yang terbebas dari dosa…? menulis saat-saat sulit menapaki kehidupan..? menulis segala percikan ide yang memanas…?

Pemikiran di atas kertas (buku) adalah ‘abadi’ yang memengaruh. Di atasnya ditancapkan tonggak kebijaksanaan yang dapat dirujuk oleh siapapun. Kita, perempuan, dapat mengumpul kekuatan dari menulis. Kekuatan yang hak.

Tapi tidak untuk menulis lepas kontrol seperti yang diperlihatkan penulis-penulis perempuan: Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Dinar Rahayu yang meraih kekuatan dan popularitasnya dengan tulisan yang beraroma eksploitasi tubuh perempuan dan menyoal tentang seksualitas belaka.

Na’uzubillahi min zalik.

Sebab, kata yang tertoreh juga menjadi bukti akan pengabdian kita kepada-Nya.

Ruang Pelita, Padangsidimpuan

250309: Saat matahari mulai naik sepenggalan


Tercurah dari hati yang dalam....

Senar Hidup

Rasa mengaduk suka, duka, lalu tawar dalam bejana

tak dapat ditawar

senja menemani hujan tercurah penuh

segala tak bisa dipilih dan diatur mutlak

sebab ada Yang Maha Mengatur

Memutar galuh kerasnya hidup

menyimak bisingnya jeritan manusia tertindas

sesak beku kelu

Hayat

sutra berwarna terajut penuh arti

renda florida

kalaupun berbatas tepi

ia didapat karena syukur yang meluap

Denting Fitrah

Rasa yang susah dicari defenisi

membawa ruh jiwa melayang terbang

ringan

terkadang ruh jiwa terpasak di pelataran bumi

berat

bergetar sendu

senyum dan cemas bertukar waktu

bohonglah rasa itu tidak ada

enyahlah rasa itu

tidak akan mungkin

musafir mana lagi

semua pernah merasa

ini fitrah

tak akan dapat ditakar

sulit dipaksa

hati menerjemahkan: ini fitrah

Segaris Jejak Rindu

Jelas melebihi sayup

senada

rindu

segaris jejak tertelan gemuruh

harumnya bersembunyi di gemelisik dedaunan

sulit mendera

Ruang Pelita, Padangsidimpuan

290309

Senin, 06 April 2009


wah asyik ya...lagi makan...
makan ap tuh? yang jelas makan yang halal dinkz...!!!

Ayoo....lagi manggang ya???
Ati2 ayamnya ntar gosong....